Minggu, 30 Maret 2014

KRISIS POLITIK DI UKRAINA TERHADAP PEREKONOMIAN UNI EROPA

KRISIS POLITIK DI UKRAINA TERHADAP PEREKONOMIAN UNI EROPA




Takdir Geopolitik Ukraina
 
Dalam bahasa Slavia, ukraina artinya "daerah perbatasan". Sebagai serpihan negara bekas Uni Soviet, takdir (geografi)-nya terletak di Eropa Timur. Ukraina berbatasan dengan Rusia di sebelah timur (laut) dan UE di barat (laut). Lebih lengkap, ia berdekatan dengan Belarus di utara; kemudian dengan Polandia, Slowakia dan Hongaria di barat; Rumania dan Moldavia di barat daya; dan Laut Hitam, Laut Azov di selatan dan seterusnya. Mereka berbahasa Ukraina serumpun dengan bahasa Rusia.

Dari sisi geostrategi, Ukraina boleh disebut buffer zone atau daerah penyangga para adidaya terutama Rusia dan Barat cq UE ---karena faktor ideologi---dari zaman dulu memang saling berebut pengaruh. Inilah takdir geopolitik yang melekat semenjak ia lahir sebagai negara.
 
Kadar urgensi Ukraina di kawasan tersebut, sebenarnya tak bisa dilepas dari peran masa lalunya ketika tergabung dalam Uni Soviet. Peran kunci tadi bukan terhadap Soviet  ---selaku negara induk--- semata, namun juga bagi negara-negara Pakta Warsawa lainnya. Selain kaya akan sumber daya alam, seperti biji besi, batu bara, logam warna, gas, minyak, garam, tanah liat, dll ia juga memproduksi pesawat dan kapal laut, truk dan bis, mobil dan lokomotif, TV dan radio, zat kimia, tekstil, komputer dan peralatan elektronik, mesin pertanian, dan lain-lain.
 
Peran penting lainnya, selain pengekspor listrik ke Eropa Timur (hingga kini) dan negara sekitar seperti Hungaria, Lithuania, Belarus, Polandia, dll sebagian hulu ledak nuklir milik Sovyet dahulu ditempatkan di Ukraina. Itulah posisi strategis di tengah tarik menarik kekuatan Blok Timur dan Blok Barat tempo doeloe (1949-1991).
 
Retorikanya adalah: mungkinkah (posisi) geostrategi ini yang diperebutkan oleh dua adidaya di atas? Boleh jadi. Namun ada hal lebih urgen selain itu.  
 
Geopolitic of Pipeline dan Senjata Gas
 
Peran pokok Ukraina sebagai buffer zone sesungguhnya lebih kepada geopolitic of pipeline (jalur pipa). Ini dia. Sepertinya, “nasib” Ukraina mirip geopolitik Syria yang direbutkan para adidaya Barat dan Timur akibat selain faktor geostrategy position di Jalur Sutera, namun lebih utama karena keberadaan jalur pipanya. Betapa aliran pipa gas dan minyak yang melewati Syria bersifat antar negara, menembus benua bahkan lintas kawasan. Setidaknya, demikian pula jalur pipa gas Ukraina meski “skala”-nya relatif tak besar jika dibandingkan Syria.
 
Urgensi daerah penyangga contohnya, sewaktu Putin menghentikan gas yang mengalir melalui pipa di Ukraina pada 1 Januari 2006 ketika terjadi sengketa gas (2006-2009) antara Rusia – Ukraina, ternyata berdampak sangat luas lagi dahsyat. Tidak hanya Ukraina yang menjerit kekurangan gas, tetapi merata di seluruh Eropa berteriak kurang pasokan sebab penutupan pipa gas dimaksud. Kenapa demikian, betapa 80% jalur ekspor gas Rusia menuju Eropa melalui lintasan jalur pipanya Ukraina. Ketika diputus pada “titik simpul”-nya, niscaya menjerit negara konsumen di hilir jalur pipa. Dalam konteks ini, Ukraina merupakan simpul jalur gas, sedang UE dan negara sekitarnya berada di bagian hilir. Inilah gas weapon (senjata gas)-nya Beruang Merah, sebutan lain Rusia.
 
Latvia misalnya, sangat tergantung 100% pada gas Rusia termasuk diantaranya Slovakia, Estonia dan Finlandia. Untuk Bulgaria, Lithuania dan Czech Republik bergantung lebih 80%. Sedang yang bergantung 60% antara lain Yunani, Austria dan Hongaria. Itulah data yang nyata. Ketergantungan UE atas gas Rusia mencapai 80% lebih. Dan betapa riskan ketika aliran gas untuk UE dari Rusia mutlak harus melalui jalur pipa di Ukraina.
 
Tak dapat dipungkiri memang, Rusia adalah negara penghasil gas terbesar di dunia, kendati untuk produksi minyak merupakan terbesar kedua setelah Saudi Arabia. Sekedar informasi tambahan. Sekali lagi, inilah ujud gas weapon yang dimiliki oleh Rusia guna “mengendalikan” Ukraina dan negara net gas importer di sekitarnya.
 
Pointers Simpulan
 
Setelah membaca, menyimak dan mencermati kecamuk politik di Ukraina sebagaimana uraian di atas, sekurang-kurangnya diperoleh pointers guna menyudahi artikel sederhana ini. Antara lain:
 
Pertama: bahwa medan Ukraina sesungguhnya cuma proxy war atau lapangan tempur, karena hakiki yang berperang ialah Rusia versus kekuatan Barat (AS dan NATO) dalam upaya tebar dan tancapkan hegemoni baik di parlemen, pada elit pemerintahan maupun melalui aksi-aksi massa di jalanan;
 
Kedua: menguak hidden agenda kubu oposisi ---sesuai prolog tulisan ini--- bahwa kesepakatan dengan UE sebagaimana aspirasi kelompok oposisi, tersirat sebagai langkah permulaan Barat mengintegrasikan Ukraina dengan UE. Maka kompromi politik cara apapun yang ditawarkan oleh Yanukovich kepada para demonstran pimpinan Arseniy Yatsenyuk, niscaya ditolak --- tak bakal diindahkan;
 
Ketiga: sebagaimana Arab Spring di Jalur Sutera, atau kiprah Revolusi Oranye dulu, apapun dalih (isue) yang diusung dalam aksi massa dan gerakan politik di Ukraina, (misi) tujuannya adalah redesign of power (ganti rezim);
 
Keempat: atas dasar pengalaman pemutusan gas (2006) oleh Putin melalui pipa Ukraina, bahwa kebijakan Presiden Yanukovich menerima bantuan finansial Rusia ---dekade kini --- dinilai sebagai keputusan tepat dan strategis terutama bagi kepentingan nasional Ukraina dan kawasan sekitarnya. Kenapa demikian, oleh karena kesepakatan perdagangan dengan UE selain belum jelas arah dan hasilnya, juga AS dan jajaran EU sendiri tengah dibelit krisis ekonomi tak kunjung usai;
 
Kelima: bahwa korban implementasi gas weapon ---diterapkan oleh Rusia di Ukraina awal 2006--- ternyata memiliki dampak lebih dahsyat daripada korban akibat senjata konvesional pada peperangan lazimnya. Betapa tanpa asap mesiu, tanpa letusan peluru, namun justru dinamika sosial ekonomi di kawasan net gas importer menjadi “berantakan” akibat kekurangan pasokan gas.  
 
Demikianlah bacaan sementara saya tentang badai politik yang kini melanda Ukraina, masih jauh dari akurasi kebenaran memang. Apa hendak dikata. Minimnya data, sempitnya wawasan, terutama keterbatasan kemampuan penulis merupakan kendala utama kenapa artikel ini bersifat nisbi, masih sangat terbuka untuk kritik dan saran guna perbaikan lebih lanjut.


Sumber : http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=14629&type=99


Tidak ada komentar:

Posting Komentar