Minggu, 30 Maret 2014

Fenomena KDRT di indonesia

Kekerasan dalam Rumah tangga



            Setiap keluarga memimpikan dapat membangun keluarga harmoni, bahagia dan saling mencintai, namun pada kenyataannya banyak keluarga yang merasa tidak nyaman, tertekan dan sedih karena terjadi kekerasan dalam keluarga, baik kekerasan yang bersifat fisik, psikologis, seksual, emosional, maupun penelantaran. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, terlebih-lebih di era terbuka dan informasi yang kadangkala budaya kekerasan yang muncul lewat informasi tidak bisa terfilter pengaruh negatifnya terhadap kenyamanan hidup dalam rumah tangga.
             Kondisi yang demikian cenderung mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga mereka tidak bisa tumbuh dan berkembang secara natural, bahkan menghambat anak berprestasi di sekolahnya. Untuk dapat menyelamatkan pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, kiranya perlu dilakukan penanganan secara psikologis dan edukatif terhadap kasus KDRT, baik yang sifatnya kuratif maupun preventif, sehingga bukan saja berarti bagi pelaku KDRT, melainkan utamanya bagi korban KDRT dan masyarakatnya secara lebih luas.
             Namun, pada masa sekarang, KDRT semakin sering kita dengar, baik melalui media cetak maupun elektronik, bahkan menyaksikan Secara langsung.
Ini disebabkan banyak faktor. Maka dalam makalah ini penulis akan menyajikan KDRT dalam dua sudut pandang, yaitu : 1. Melalui kacamata sosiologi, dan
                         2. Melalalui kacamata sosiologi hukum Islam/Hukum Islam. Semoga bermanfaat. Aminn.

              Sebagian kecil orang yang mengerti pengertian KDRT sehingga upaya pemberantasan dan penegakan hukumnya sangat sulit. Pengertian ini penting diketahui oleh masyarakat karena menurut Lawrent Friedman, penegakan hukum akan tercapai apabila terdapat sinkronisasi dan hubungan yang saling mendukung atara tiga unsur. Yaitu substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum masyarakat. KDRT bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak, atau pembantu rumah tangga. Di Indonesia, data statistik mengenai KDRT masih terbatas .
Budaya masyarakat menjadi bagian yang penting sehingga pengertian KDRT harus dimengerti dalam upaya Penegakan Hukum Anti KDRT.

Menurut UU P KDRT:
KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaranrumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga(Pasal 1 Butir 1).

Pasal 2 menjabarkan selanjutnya:
1) Lingkup rumahtangga dalam Undang-undang ini meliputi:
         a. suami, istri, dan anak
         b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf
             a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam
             rumah tangga; dan/atau orang yang bekerja membantu rumah tanggadan menetap dalam rumah
             tangga tersebut
2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud dalam huruf c dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

            Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Meminjam kata dari VG Tinuk Istiarti, bahwa penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga antara lain,
1) Budaya patriakhi yang mendudukan laki-laki sebagai makhluk superior/kuat Berkuasa dan
     perempuan sebagai makhluk inferior/lemah,
2) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran Agama sehingga menganggap laki-laki boleh
    menguasai perempuan,
3) proses meniru, misalnya peniruan anak laki-laki yang dulu hidup bersama ayah yang suka
    memukul, biasanya akan meniru perilaku ayahnya.

           Sedangkan korban-korbannya bisa suami, isteri, anak atau orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, isteri atau Anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga serta orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga yang bersangkutan.
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
Pengertian :

       Kekerasan Terhadap Perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang pihak yang terjadi didepan umum maupun dalam kehidupan pribadi (Pasal 2 Deklarasi PP tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan) Kekerasan terhadap perempuan terjadi dihampir semua ranah kehidupan, dalam rumah tangga, tempat kerja, masyarakat dan negara. Akibatnya Perempuan jauh tertinggal dengan laki-laki dalam semua bidang kehidupan. Kondisi ini diperburuk dengan banyaknya tindak kekerasan terhadap perempuan, sehingga menambah ketertinggalan perempuan dalam pencapaian kesetaraan dan keadilan gender.

Bentuk KDRT :
1. Kekerasan fisik,
2. Kekerasan psikis
3. Kekerasan seksual
4. Penelantaran rumah tangga

Keluhan Korban :
1. Trauma mental
2. Luka / cacat fisik
3. Penularan penyakit
4. Kehamilan yang tak dikendaki

Lingkup Rumah Tangga

1. Suami, istri dan anak
2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri dan anak karena hubungan darah,
     perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga
3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut dalam jangka
    waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Dampak Kekerasan Terhadap Kesehatan Perempuan
1. Gangguan kesakitan fisik non reproduksi
2. Gangguan kesakitan (kesehatan jiwa)
3. Gangguan kesehatan reproduksi
4. Kematian / Bunuh diri

Perhatian Masyarakat Terhadap KDRT
1. Tingkat pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap KDRT masih rendah
2. KDRT dianggap hal biasa dalam rumah tangga
3. KDRT dianggap bukan pelanggaran hukum
4. Tingkat pemahaman agama yang keliru
5. Korban KDRT secara ekonomi sangat bergantung kepada suami
6. Korban merasa malu

Permasalahan yang Menjadi Hambatan KDRT Untuk Diselesaikan
1. Masih sedikit layanan penegakan hukum yang peka terhadap kebutuhan korban yang
    disediakan kepolisian
2. Hukum sering terlalu ringan dan kurang maksimal, seluruh kerugian sering ditanggung oleh korban
3. Banyak kritik dari masyarakat terhadap polisi yang tidak mampu menghayati penderitaan
    korban dan cenderung menyalahkan korban
4.KUHP sudah banyak melindungi HAM, namun keberpihakan kepada korban kurang
   diperhatikan dan tidak semua tindak KDRT diatur dalam KUHAP
5. Aturan Perundang-undangan yang ditegakkan Polri belum membela perempuan dan masih
    diskriminatif. Diharapkan dengan lahirnya UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
    KDRT nantinya akan semakin diperhatikan keberadaan dan pengembangannya

Pandangan Terhadap Perempuan Masih Sangat Dipengaruhi Dan Dikondisikan Berdasarkan :
1. Stereotype
2. Budaya Patriarkhi yang kuat
3. Pendidikan rendah
4. Marginalisasi
5. Diskriminasi
6. Peran / Tugas Ganda
7. Sub-ordinasi.

Menyelesaikan KDRT terhadap istri
DISKRIMINASI terhadap perempuan bukan hanya dijumpai dalam novel, di negara seberang, atau antah berantah, tapi juga terjadi di Indonesia. Keberadaan perempuan yang seringkali digolongkan sebagai ”secondclass citizens” yang makin terpuruk akhir-akhir ini dengan adanya berbagai kekerasan, yang menciptakan korban- korban perempuan baru dalam jumlah yang cukup banyak, baik secara fisik (misalnnya perkosaan, perbuatan cabul), psikologis (pelecehan, teror) maupun ekonomis (di PHK). Dalam kondisi yang dipicu oleh konstruksi sosial politik semacam ini, fenomena yang menjadi perhatian besar masyarakat akhir-akhir ini, bahkan juga masyarakat internasional, adalah tindak kekerasan terhadap perempuan.
Tidak diragukan, bahwa pemberian makna atas suatu konsep sangat tergantung pada norma dan nilai yang tumbuh, berkembang dan diakui dalam suatu masyarakat. Demikian pula halnya dengan tindak kekerasan, atau violence, Jerome Skolnick mengatakan bahwa tindak kekerasan merupakan ”Violence is an ambiguous term whose meaning is established through political processes.” Apa pun bila dilihat dari bentuknya, tindak kekerasan mempunyai dampak yang sangat traumatis bagi perempuan, baik dikaitkan maupun tidak dengan kodrat perempuan sendiri. Cakupan yang sangat luas dari makna kekerasan yang diberikan dalam rumusan ini merupakan refleksi dari pengakuan atas realita sosial kekerasan terhadap perempuan yang terjadi selama ini di seluruh dunia. Bentuk-bentuk kekerasan yang tercakup di dalamnya, adalah kekerasan jasmani, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam rumah tangga, dalam masyarakat umum, dan juga yang dilakukan atau dibiarkan terjadinya oleh negara. Kekerasan terhadap perempuan semacam ini kerap terjadi dalam rumah tangga, artinya korban kekerasan dalam hal ini adalah seorang istri. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi dan melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga terutama sebagai bentuk upaya penanggulangan yang fundamental adalah dengan di keluarkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga akan tetapi perkara kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia terus meningkat. Mereka menemukan seperempat sampai separuh dari para wanita tersebut telah menjadi korban kekerasan secara fisik oleh pasangan mereka. Perempuan yang menjadi korban kekerasan kemungkinan besar berpeluang dua kali lipat untuk mempunyai masalah kesehatan fisik dan mental yang lemah dibandingkan dengan perempuan yang bukan korban kekerasan, sekalipun kekerasan tersebut banyak terjadi tahun yang lalu. Satu dari sebelas korban kekerasan oleh pasangannya mengatakan bahwa mereka telah mencoba bunuh diri.

Hambatan
a) Substansi dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 sangat berpihak kepada perempuan. Akan tetapi permasalahan muncul ketika undangundang ini diterapkan tekstual. Beberapa akibat yang muncul adalah perceraian, kehilangan nafkah hidup karena suami masuk penjara, masa depan anak-anak terancam dan lain-lain.
b) permasalahan lain yang muncul adalah bahwa ketakutan istri di ceraikan suami terbukti membawa pengaruh keengganan seorang istri yang menjadi korban kekerasan melaporkan kepada pihak yang berwajib, dalam hal ini polisi. Sehingga penyelesaian perkara KDRT menuai banyak permasalahan yang harus dicari solusinya. Inti dari hambatan di atas adalah penyelesaian apabila ansich hanya mengikuti UU No. 23 Tahun 2004 hanya akan melahirkan perkara Win- Lose Solution.

Langkah Penghapusan KDRT
1. Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah permasalahan sosial bukan individu
2. Mendorong para korban untuk berani mengemukakan persoalan kasusnya, tidak saja pada
     keluarga/kerabat, tetapi juga lembaga yang mendampinginya.
3. Mendampingi para korban untuk menghadapi dan menyelesaikan serta mengupayakan
    persoalan kekerasan
4. Mendorong korban KDRT untuk lebih berani:

a. Menceritakan apa yang dialaminya kepada Keluarga/ Orang Lain
b. Melapor kepada polisi apabila terjadi atau penganiayaan
c. Meminta pemeriksaan/ Visum dokter atas luka yang diderita

Penerapan Hukum Terhadap KDRT
         Dalam penanggulangan KDRT, Hukum Positif yaitu KUHP yang berlaku saat ini tidak mengatur tentang ancaman hukuman minimum sehingga sering tidak mencerminkan keadilan bagi korban. Disamping itu KDRT juga bukan merupakan delik pidana umum tetapi merupakan delik pidana aduan yang artinya perbuatan pidana tersebut baru dikenai sanksi hukum apabila terjadi pengaduan dari pihak yang dirugikan. Diharapkan para penegak hukum dapat berperan sebagai katalisator kesenjangan antara hukum positif dengan nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat termasuk penyediaan sarana dan prasarana dalam UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dibedakan tindak KDRT yang merupakan delik umum dan delik aduan.

Sumber: http://sasaranilmu.blogspot.com/2013/04/makalah-fenomena-kekerasan-dalam-rumah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar