Dari sisi geostrategi, Ukraina boleh disebut buffer zone atau
daerah penyangga para adidaya terutama Rusia dan Barat cq UE ---karena
faktor ideologi---dari zaman dulu memang saling berebut pengaruh. Inilah
takdir geopolitik yang melekat semenjak ia lahir sebagai negara.
Kadar
urgensi Ukraina di kawasan tersebut, sebenarnya tak bisa dilepas dari
peran masa lalunya ketika tergabung dalam Uni Soviet. Peran kunci tadi
bukan terhadap Soviet ---selaku negara induk--- semata, namun juga bagi
negara-negara Pakta Warsawa lainnya. Selain kaya akan sumber daya alam,
seperti biji besi, batu bara, logam warna, gas, minyak, garam, tanah
liat, dll ia juga memproduksi pesawat dan kapal laut, truk dan bis,
mobil dan lokomotif, TV dan radio, zat kimia, tekstil, komputer dan
peralatan elektronik, mesin pertanian, dan lain-lain.
Peran
penting lainnya, selain pengekspor listrik ke Eropa Timur (hingga kini)
dan negara sekitar seperti Hungaria, Lithuania, Belarus, Polandia, dll
sebagian hulu ledak nuklir milik Sovyet dahulu ditempatkan di Ukraina.
Itulah posisi strategis di tengah tarik menarik kekuatan Blok Timur dan
Blok Barat tempo doeloe (1949-1991).
Retorikanya
adalah: mungkinkah (posisi) geostrategi ini yang diperebutkan oleh dua
adidaya di atas? Boleh jadi. Namun ada hal lebih urgen selain itu.
Geopolitic of Pipeline dan Senjata Gas
Peran pokok Ukraina sebagai buffer zone sesungguhnya lebih kepada geopolitic of pipeline (jalur
pipa). Ini dia. Sepertinya, “nasib” Ukraina mirip geopolitik Syria yang
direbutkan para adidaya Barat dan Timur akibat selain faktor geostrategy position
di Jalur Sutera, namun lebih utama karena keberadaan jalur pipanya.
Betapa aliran pipa gas dan minyak yang melewati Syria bersifat antar
negara, menembus benua bahkan lintas kawasan. Setidaknya, demikian pula
jalur pipa gas Ukraina meski “skala”-nya relatif tak besar jika
dibandingkan Syria.
Urgensi
daerah penyangga contohnya, sewaktu Putin menghentikan gas yang
mengalir melalui pipa di Ukraina pada 1 Januari 2006 ketika terjadi
sengketa gas (2006-2009) antara Rusia – Ukraina, ternyata berdampak
sangat luas lagi dahsyat. Tidak hanya Ukraina yang menjerit kekurangan
gas, tetapi merata di seluruh Eropa berteriak kurang pasokan sebab
penutupan pipa gas dimaksud. Kenapa demikian, betapa 80% jalur ekspor
gas Rusia menuju Eropa melalui lintasan jalur pipanya Ukraina. Ketika
diputus pada “titik simpul”-nya, niscaya menjerit negara konsumen di
hilir jalur pipa. Dalam konteks ini, Ukraina merupakan simpul jalur gas,
sedang UE dan negara sekitarnya berada di bagian hilir. Inilah gas
weapon (senjata gas)-nya Beruang Merah, sebutan lain Rusia.
Latvia
misalnya, sangat tergantung 100% pada gas Rusia termasuk diantaranya
Slovakia, Estonia dan Finlandia. Untuk Bulgaria, Lithuania dan Czech
Republik bergantung lebih 80%. Sedang yang bergantung 60% antara lain
Yunani, Austria dan Hongaria. Itulah data yang nyata. Ketergantungan UE
atas gas Rusia mencapai 80% lebih. Dan betapa riskan ketika aliran gas
untuk UE dari Rusia mutlak harus melalui jalur pipa di Ukraina.
Tak
dapat dipungkiri memang, Rusia adalah negara penghasil gas terbesar di
dunia, kendati untuk produksi minyak merupakan terbesar kedua setelah
Saudi Arabia. Sekedar informasi tambahan. Sekali lagi, inilah ujud gas weapon yang dimiliki oleh Rusia guna “mengendalikan” Ukraina dan negara net gas importer di sekitarnya.
Pointers Simpulan
Setelah membaca, menyimak dan mencermati kecamuk politik di Ukraina sebagaimana uraian di atas, sekurang-kurangnya diperoleh pointers guna menyudahi artikel sederhana ini. Antara lain:
Pertama: bahwa medan Ukraina sesungguhnya cuma proxy war atau
lapangan tempur, karena hakiki yang berperang ialah Rusia versus
kekuatan Barat (AS dan NATO) dalam upaya tebar dan tancapkan hegemoni
baik di parlemen, pada elit pemerintahan maupun melalui aksi-aksi massa
di jalanan;
Kedua: menguak hidden agenda
kubu oposisi ---sesuai prolog tulisan ini--- bahwa kesepakatan dengan
UE sebagaimana aspirasi kelompok oposisi, tersirat sebagai langkah
permulaan Barat mengintegrasikan Ukraina dengan UE. Maka kompromi
politik cara apapun yang ditawarkan oleh Yanukovich kepada para
demonstran pimpinan Arseniy Yatsenyuk, niscaya ditolak --- tak bakal
diindahkan;
Ketiga: sebagaimana Arab Spring di
Jalur Sutera, atau kiprah Revolusi Oranye dulu, apapun dalih (isue)
yang diusung dalam aksi massa dan gerakan politik di Ukraina, (misi)
tujuannya adalah redesign of power (ganti rezim);
Keempat:
atas dasar pengalaman pemutusan gas (2006) oleh Putin melalui pipa
Ukraina, bahwa kebijakan Presiden Yanukovich menerima bantuan finansial
Rusia ---dekade kini --- dinilai sebagai keputusan tepat dan strategis
terutama bagi kepentingan nasional Ukraina dan kawasan sekitarnya.
Kenapa demikian, oleh karena kesepakatan perdagangan dengan UE selain
belum jelas arah dan hasilnya, juga AS dan jajaran EU sendiri tengah
dibelit krisis ekonomi tak kunjung usai;
Kelima: bahwa korban implementasi gas weapon
---diterapkan oleh Rusia di Ukraina awal 2006--- ternyata memiliki
dampak lebih dahsyat daripada korban akibat senjata konvesional pada
peperangan lazimnya. Betapa tanpa asap mesiu, tanpa letusan peluru,
namun justru dinamika sosial ekonomi di kawasan net gas importer menjadi “berantakan” akibat kekurangan pasokan gas.
Demikianlah
bacaan sementara saya tentang badai politik yang kini melanda Ukraina,
masih jauh dari akurasi kebenaran memang. Apa hendak dikata. Minimnya
data, sempitnya wawasan, terutama keterbatasan kemampuan penulis
merupakan kendala utama kenapa artikel ini bersifat nisbi, masih sangat
terbuka untuk kritik dan saran guna perbaikan lebih lanjut. Sumber : http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=14629&type=99
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar